Senin, 21 Februari 2011

MENGAPA BABI HARAM?

Apakah babi dianggap haram karena dianggap penjelmaan Set, dewa kejahatan dalam mitologi Mesir kuno?

Babi itu binatang ternak yang lazim diternakkan dan di konsumsi di masa kuno.
Bahkan ada kisah yang menceritakan tetang hewan ini, dewa yang berwujud babiseperti dalam cerita
Sun Go Kong, Dewa Babi. 

Mengenai mitologi Mesir Kuno, hewan babi tak sedikit memiliki kisahnya sendiri, seperti apa yang pernah saya baca mengenai SETH.

APA DAN SIAPA ITU SETH?
 
Set (Seth) adalah Dewa Kejahatan, Lord of Evil dalam mitologi
Mesir Kuno. 

SETH itu adalah sisi GELAP dari dewata Mesir Kuno. Mirip konsep Yin dan Yang. Ada terang, ada gelap. Mungkinkan ini sebabnya Nabi Musa melarang semua tentang babi, karena saat itu cerita mitologinya babi adalah hewan yang dijadikan penjelmaan SETH? 
Mungkinkah saat itu Nabi Muhammad diperintahkan Allah untuk memusuhi Seth dan babi yang dianggap jelmaannya itu? 
Bagaimana sikap kita, manusia modern yang tidak lagi percaya mitologi Mesir kuno? 
Apakah tabu itu wajib dilestarikan setelah kita tahu asal usulnya?
Jawabnya kembali tergantung pada keimanan kita masing-masing.


Berikut ini adalah tulisan yang cukup menarik bagi saya, yang telah saya kutip dari berbagai sumber.
Perlu diingat, bahwa agama Ibrani kuno itu berasal dari Mesopotamia yang kemudian dipengaruhi oleh agama Mesir kuno ketika orang Ibrani berada di Mesir. 
Nabi Ibrahim sendiri pada saat itu mengajarkan mereka untuk sunat dan memberikan kurban
(persembahan) pada saat itu, sedangkan dalam mitologi Mesir pada saat itu juga mengajarkan mereka berbagai tabu-tabu yang lainnya. Kesimpulannya ketika mereka lari dari Firaun, mereka membawa serta berbagai tabu agama Mesir kuno tersebut, seperti kiranya pemujaan patung lembu emas, patung ular, kalajengking, dan kurban sembelihan pada saat itu.. maka jadilah agama Ibrani yang kemudian amat mempengaruhi Kristen, dan keduanya mempengaruhi Islam. 
Agama yang diwariskan dan diturunkan, saling mempengaruhi satu sama lain berdasarkan sejarahnya.

MENGAPA BABI HARAM?
Tabu yang satu ini cukup menarik dan memiliki tempat yang khusus dalam tradisi religius terutama Islam dan Yahudi. Akan tetapi berbeda dengan tabu Sapi yang dianut umat Hindu karena dianggap binatang suci, tidak ada alasan yg cukup menjelaskan mengapa babi ditabukan. Ulasan yg sangat singkat ini ingin mencoba menelusuri sedikit lebih jauh, mengapa babi diharamkan.

Seperti diketahui, Islam mengharamkan memakan babi maupun lemaknya, bahkan lebih jauh lagi dalam sebuah hadis disebutkan, memegang atau menyebut namanya pun termasuk haram. Mengapa begitu? Tidak ada dalil Islam yg menjawab MENGAPA. 
Hal ini yang sangat sering dipertanyakan oleh pelajar muslim maupun awam, jawaban yang paling dapat diterima adalah bahwa pada dasarnya babi itu binatang yang menjijikkan, mengandung bahaya penyakit seperti (cacing pita) dan lainnya.
Namun apologia seperti itu mudah sekali ditampik, karena binatang lain juga berpotensi sama menjadi sarang kuman dan penyakit, seperti sapi, ayam, burung, dan sebagainya. Kemudian dengan kemajuan teknologi daging yang mengandung kuman dapat "dibersihkan", sehingga aman untuk dikonsumsi. Di satu sisi babi
dianggap binatang yang jorok, potensi kuman dan penyakit, di sisi lain babi (seperti halnya sapi) adalah ternak pangan yang dikonsumsi hampir di seluruh dunia. Tapi apakah pengharaman tersebut semata-mata disebabkan karena babi mengandung cacing pita? Sedangkan orang-orang jaman dahulu hampir tidak mungkin mengetahui keberadaan cacing pita di dalam babi.

Jika ditelusuri lebih jauh ke belakang, akan kita dapatkan ayat yang mendukung pengharaman babi dari kitab Ulangan (Torah/Yahudi, Perjanjian Lama/Bible). Tertulis demikian, "juga babi hutan karena memang berkuku
belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu."

Sejenak kita dapat indikasikan bahwa budaya mengharamkan babi (maupun binatang lain) dalam Islam diadopsi dari tradisi agama Yahudi. Kembali pada pokok bahasan kita, pengharaman dalam Yahudi itu belum memberi penjelasan yang memuaskan, mengapa karena babi berkuku belah tapi tidak memamah biak;
diharamkan?

Utk itu kita harus memahami sejarah berkembangnya Yahudi itu sendiri. Setidaknya dapat diketahui bahwa sejak jaman "baheula" dulu terbentuk pemahaman akan pentingnya menjaga kesucian, kekudusan, kebersihan dimata Tuhan Yang Maha Kudus. Tempat-tempat yang dikaitkan dengan penyembahan Tuhan-pun adalah suci. Juga menyebut nama Tuhan (YHWH) sangat ditabukan. Demikian pula tabut perjanjian hanya boleh didekati dalam jarak tertentu. Kemudian banyak larangan/pengharaman lainnya yang terkait dengan
ketidaksucian seperti:, bekerja pada hari Sabat, menyentuh orang mati, menstruasi, memakan makanan yang tidak sesuai, dan sebagainya. Pelarangan menyentuh, memakan binatang terkait pada pemahaman bahwa binatang yang boleh dimakan hanyalah binatang yang dianggap wajar, misalnya bahwa binatang yang berkuku
belah dan memamah biak adalah binatang ciptaan yang dikuduskan Tuhan, sehingga boleh dimakan. 
Deviasi dari itu (misalnya berkuku belah saja, atau memamah biak saja) sudah dianggap tidak kudus, jadi tidak boleh disentuh apalagi dimakan.

Sampai disini mungkin sebagian kita bisa tarik kesimpulan penjelasan yang cukup memuaskan. Tetapi lagi kita masih dapat telusuri lebih jauh kepada kedekatan antara budaya bangsa Ibrani dengan budaya bangsa Mesir.

Diketahui bahwa pada suatu masa dalam kebudayaan Mesir banyak jenis binatang yang dipercaya sebagai titisan Tuhan, reinkarnasi tuhan, demi-god, atau memiliki hubungan khusus dalam mitologi dewa-dewa. Kucing, anjing, ular, singa, kalajengking, kumbang, dan termasuk babi hanyalah beberapa diantara
jenis binatang yang dianggap suci.

Dalam hal ini babi terkait dengan dewa Set. Dikisahkan bahwa pada suatu waktu Set mengambil wujud seekor babi dan membutakan Horus, dewa matahari. Pada saatnya kemudian Horus kembali pulih penglihatannya. Mitologi ini menjelaskan terjadinya gerhana matahari dan bulan (Matahari dan bulan
merupakan perlambangan dari "mata Horus"). Diketahui pula bahwa setiap tahun babi dikurbankan kepada bulan. Ini dapat menjelaskan mengapa babi pada waktu itu tidak dilarang diternakkan, tapi dilarang untuk dimakan. Kemungkinan pada waktu itu babi juga dianggap sebagai makanan bagi para dewa, sehingga
manusia dilarang untuk memakannya. 
Di dapatkan pula penjelasan lain dari sebuah papyrus yang isinya diidentifikasi merupakan semacam preskripsi bahwa organ babi juga dipergunakan untuk pengobatan beberapa penyakit.
Disini kita justru melihat paham yang saling terkait, namun bertolak belakang antara Ibrani dengan Mesir, dimana dalam kepercayaan Ibrani babi tidak boleh dimakan karena dianggap sebagai tidak kudus, sebaliknya dalam kepercayaan Mesir, babi tidak boleh dimakan karena dianggap "makanan dewa"
atau kudus.

Sampai disini saya rasa perlu ada penelitian lebih jauh yang dapat menjelaskan keterkaitan yang bertolak belakang satu sama lain tersebut. Juga mungkin perlu dilakukan penelitian lebih komprehensif terhadap kemungkinan organ babi sebagai obat penyakit tertentu. Apapun, setidaknya kita dapat memahami latar belakang tradisi tabu tersebut sedikit lebih banyak. 

Tulisan-tulisan di atas sedikitpun tidak bermaksud untuk merendahkan siapapun, marilah kita sama-sama belajar memahami dan menghargai pengetahuan yang telah ada sebelum kita.

Dari Berbagai Sumber

Senin, 14 Februari 2011

MISTERI DUNIA

BENARKAH ATLANTIS ITU INDONEIA?
MUSIBAH alam beruntun dialami Indonesia. Mulai dari tsunami di Aceh hingga yang mutakhir semburan lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu mengingatkan kita pada peristiwa serupa di wilayah yang dikenal sebagai Benua Atlantis. Apakah ada hubungan antara Indonesia dan Atlantis?
Plato (427 – 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis. Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization (2005). Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung  Semeru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh. Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking.
Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil it berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.
Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.
Bahwa Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaula internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya.