Bukti DNA mengungkapkan kebenaran tentang orang tua raja muda ini dan petunjuk baru tentang kematiannya yang terlalu dini.
Mumi berhasil membangkitkan daya khayal kita dan memikat hati kita. Penuh misteri dan keajaiban, mumi ini adalah sosok yang pernah hidup dan dicintai, sama seperti kita sekarang.
Menurutku, kita harus menghormati jenazah-jenazah purba ini dan membiarkan mereka tenang di alam baka.
Namun, ada rahasia tentang para firaun yang dapat tersingkap hanya dengan mempelajari mumi mereka. Dengan melakukan pemindaian-CT (Computer Tomography) pada mumi Raja Tutankhamun, pada tahun 2005 kami dapat menunjukkan bahwa dia tidak wafat karena pukulan di kepala, sebagaimana yang diyakini banyak orang. Analisis kami menunjukkan bahwa lubang di bagian belakang tengkoraknya dibuat selama proses mumifikasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Tutankhamun wafat ketika baru berusia 19 tahun—mungkin tidak lama setelah tulang kaki kirinya patah. Namun, ada misteri yang menyelimuti Tutankhamun yang bahkan pemindaian-CT pun tidak dapat menyingkapkannya. Sekarang, kami telah menyelidiki muminya secara lebih mendalam dan kembali dengan pengungkapan luar biasa tentang kehidupannya, kelahirannya, dan kematiannya.
Kisah Tutankhamun ibarat sebuah drama yang bagian akhirnya masih sedang digubah. Adegan pertama drama itu dimulai sekitar tahun 1390 SM, beberapa dasawarsa sebelum kelahiran Tutankhamun, ketika firaun agung Amenhotep III naik takhta di Mesir. Memerintah kerajaan yang membentang 1.900 kilometer dari Sungai Eufrat di utara sampai Katarak Keempat (rangkaian air terjun besar) Sungai Nil di selatan, raja dinasti ke-18 ini tak terperikan kekayaannya. Bersama ratunya yang digdaya, Ratu Tiye, Amenhotep III memerintah selama 37 tahun, menyembah para dewa yang disembah nenek moyangnya, terutama Dewa Amun, sementara rakyatnya hidup makmur dan kekayaan yang luar biasa mengalir deras ke kas kerajaan, berasal dari wilayah asing yang berada di bawah kekuasaan Mesir.
Babak I berkisah tentang tradisi dan kemapanan, sementara Babak II tentang pemberontakan. Ketika Amenhotep III wafat, dia digantikan oleh putranya yang kedua, Amenhotep IV—seorang visioner aneh yang memalingkan muka dari Amun dan para dewa lain dari panteon negara, dan justru memuja dewa tunggal yang dikenal sebagai Aten, sang cakram matahari. Pada tahun ke lima pemerintahannya, dia mengubah namanya menjadi Akhenaten—"ia yang bermanfaat bagi Aten." Dia meningkatkan dirinya meraih status sebagai dewa hidup dan meninggalkan ibukota agama tradisional di Thebes, membangun sebuah kota seremonial besar yang berjarak 290 kilometer ke arah utara, di sebuah tempat yang sekarang bernama Amarna. Di sini dia tinggal bersama istrinya yang hebat, Nefertiti yang jelita, dan bersama-sama mereka berperan sebagai imam agung yang mewakili Aten, dibantu menjalankan tugas oleh keenam putri mereka yang tercinta. Semua kekuasaan dan kekayaan dilucuti dari keimaman Amun, dan Aten pun berkuasa penuh. Kesenian pada periode ini juga dirasuki oleh naturalisme baru yang revolusioner; firaun tidak digambarkan dengan wajah gagah dan muda, serta tubuh kekar seperti firaun terdahulu, tetapi sebagai sosok banci yang aneh, berperut gendut dan berbibir tebal, serta berwajah memanjang.
Akhir pemerintahan Akhenaten tidak terungkap dengan jelas—sebuah adegan berlangsung di balik tirai tertutup. Satu atau mungkin dua orang raja memerintah dalam waktu singkat, baik bersama-sama Akhenaten, setelah kematiannya, atau sebelum dan sesudah kematian Akhenaten. Seperti ahli sejarah Mesir kuno lainnya, aku yakin bahwa "raja" yang pertama adalah Nefertiti. Raja yang kedua adalah sosok misterius bernama Smenkhkare, yang boleh dikatakan sama sekali tidak kita kenal. Yang secara pasti kita ketahui adalah bahwa ketika tirai itu terbuka pada Babak III, takhta sudah diduduki oleh seorang anak lelaki: Tutankhaten ("penjelmaan Dewa Aten") yang berusia sembilan tahun. Dalam dua tahun pertama masa pemerintahannya sebagai firaun, dia dan istrinya, Ankhesenpaaten (putri Akhenaten dan Nefertiti), meninggalkan Amarna dan kembali ke Thebes, membuka kembali semua kuil dan memulihkan kekayaan dan kemuliaan kuil-kuil itu. Mereka mengubah nama menjadi Tutankhamun dan Ankhesenamun, mengumumkan penolakan mereka terhadap ajaran sesat Akhenaten dan pengabdian baru mereka untuk memuja Amun.
Kemudian, tirai tertutup lagi. Sepuluh tahun setelah naik takhta, Tutankhamun wafat, tanpa meninggalkan ahli waris untuk menggantikannya. Dengan tergesa-gesa, dia dimakamkan di sebuah makam kecil, yang semula dirancang untuk orang awam, bukan untuk seorang raja. Sebagai reaksi terhadap pandangan Akhenaten yang dianggap murtad, para penerusnya berhasil menghapus hampir semua jejak raja-raja Amarna, termasuk Tutankhamun, dari sejarah.
Ironisnya, upaya untuk menghapus ingatan tentang Tutankhamun justru malah melestarikannya sepanjang masa. Kurang dari satu abad setelah kematiannya, lokasi makamnya sudah dilupakan orang. Karena disembunyikan dari mata perampok oleh bangunan yang dibangun langsung di atasnya, makam itu boleh dikatakan tetap tidak tersentuh sampai ditemukan pada 1922. Lebih dari 5.000 artefak ditemukan di dalam makam. Namun, catatan arkeologi sejauh ini tidak mampu menjelaskan hubungan keluarga terdekat si raja muda itu. Siapakah ayah dan ibunya? Apa yang terjadi pada jandanya, Ankhesenamun? Apakah dua mumi janin yang ditemukan di dalam makamnya adalah anak-anak Raja Tutankhamun, yang lahir prematur, ataukah tanda kemurnian untuk menemaninya ke alam baka?
Untuk menjawab berbagai pertanyaan ini, kami memutuskan untuk menganalisis DNA Tutankhamun, bersama sepuluh mumi lain yang diduga anggota keluarga dekatnya. Di masa lalu, aku menentang penelitian genetik terhadap mumi dinasti firaun. Peluang mendapatkan sampel yang dapat ditangani sambil sekaligus menghindari campur tangan DNA modern tampak kecil sekali sehingga tidak bisa membenarkan diganggunya peninggalan sakral ini. Namun, pada tahun 2008, beberapa pakar genetika berhasil meyakinkan aku bahwa bidang ilmu itu sudah banyak mengalami kemajuan sehingga dapat memberi kami peluang yang baik untuk memperoleh hasil yang bermanfaat. Kami mendirikan dua laboratorium pengurutan-DNA yang serba modern, satu di ruang bawah tanah Museum Mesir di Kairo dan yang lainnya di Fakultas Kedokteran di Universitas Kairo. Penelitian ini dipimpin oleh ilmuwan Mesir: Yehia Gad dan Somaia Ismail dari Pusat Penelitian Nasional di Kairo. Kami juga memutuskan untuk melakukan pemindaian-CT pada semua mumi, di bawah pengarahan Ashraf Selim dan Sahar Salim dari Fakultas Kedokteran di Universitas Kairo. Tiga pakar internasional bertindak sebagai konsultan: Carsten Pusch dari Eberhard Karls University of Tübingen, Jerman; Albert Zink dari EURAC-Institut Mumi dan Manusia Es di Bolzano, Italia; dan Paul Gostner dari Rumah Sakit Pusat Bolzano.
Identitas empat mumi dari kelompok mumi itu berhasil dikenali. Di antaranya adalah Tutankhamun sendiri, yang masih berada di dalam makamnya di Lembah Para Raja, dan tiga mumi yang dipamerkan di Museum Mesir: Amenhotep III serta Yuya dan Tuyu, orang tua ratu agung Amenhotep III, Tiye. Di antara sejumlah mumi yang tidak dikenal adalah sosok lelaki yang ditemukan di dalam sebuah makam misterius di Lembah Para Raja yang dikenal sebagai KV55. Bukti arkeologi dan bukti tulisan menyiratkan bahwa mumi ini kemungkinan besar adalah Akhenaten atau Smenkhkare.
Upaya kami untuk menemukan ibu dan istri Tutankhamun terfokus pada empat wanita tak dikenal. Dua di antaranya, yang dijuluki "Wanita Tua" dan "Wanita Muda" ditemukan pada tahun 1898, sudah tidak terbungkus dan dengan cara yang biasa dibaringkan di lantai ruang samping di dalam makam Amenhotep II (KV35), jelas disembunyikan di situ oleh para imam setelah berakhirnya Kerajaan Baru, sekitar tahun 1000 SM. Dua mumi lain yang tidak bernama adalah sosok perempuan yang berasal dari sebuah makam kecil (KV21) di Lembah Para Raja. Arsitektur makam ini menyiratkan suatu tanggal pada masa dinasti ke-18, dan kedua mumi itu meletakkan kepalan tangan kiri mereka di dada dengan pose yang umumnya ditafsirkan sebagai pose ratu.
Akhirnya, kami berupaya mendapatkan DNA dari janin yang terdapat di dalam makam Tutankhamun—upaya yang tidak terlalu menjanjikan mengingat kondisi mumi yang sangat buruk. Namun, jika berhasil, kami mungkin bisa menyibakkan misteri sebuah kerajaan yang terentang meliputi lima generasi.
Untuk mendapatkan sampel yang dapat ditangani, para ahli genetika mengambil jaringan dari beberapa lokasi yang berbeda di setiap mumi, selalu jauh di dalam tulang, sehingga bisa dipastikan spesimen tidak terkontaminasi oleh DNA arkeolog sebelumnya—atau DNA para imam Mesir yang melaksanakan mumifikasi. Penanganan ekstra hati-hati juga dilakukan untuk menghindari kontaminasi oleh para peneliti. Setelah sampel diambil, DNA harus dipisahkan dari zat-zat yang tidak diinginkan, termasuk salep dan resin yang digunakan para imam untuk mengawetkan jenazah. Karena bahan pembalseman berbeda-beda untuk setiap mumi, demikan pula langkah-langkah yang diperlukan untuk memurnikan DNA. Dalam setiap kasus ,bahan yang rapuh itu bisa hancur pada setiap tahap penanganan.
Tutankhamun tentu saja jadi pusat penelitian. Jika pengambilan sampel dan isolasinya berhasil, DNA-nya akan masuk ke dalam larutan cairan bening, siap untuk dianalisis. Namun, kami sungguh kecewa karena larutan pertama ternyata menjadi hitam keruh. Diperlukan kerja keras selama enam bulan untuk mengetahui cara menghilangkan bahan pencemar—beberapa di antaranya produk proses mumifikasi yang masih belum teridentifikasi—dan mendapatkan sampel yang siap untuk memperkuat dan mengurutkan DNA itu.
Setelah kami juga memperoleh DNA dari tiga mumi laki-laki lain dalam sampel—Yuya, Amenhotep III, dan KV55 yang misterius—kami berusaha menegaskan identitas ayah Tutankhamun. Dalam perkara yang genting ini, catatan arkeologi bersifat ambigu. Dalam beberapa prasasti dari masa pemerintahannya, Tutankhamun menyebut Amenhotep III sebagai ayahnya, tetapi hal ini tidak dapat disimpulkan dengan pasti, karena istilah yang digunakan juga bisa diartikan "kakek" atau "leluhur." Juga, menurut kronologi yang berlaku umum , Amenhotep III wafat sekitar satu dasawarsa sebelum Tutankhamun lahir.
Banyak peneliti berpendapat bahwa ayahnya adalah Akhenaten. Hal yang mendukung pendapat ini adalah bongkahan batu gamping yang sudah rusak yang ditemukan di dekat Amarna, yang bertatahkan tulisan yang menyatakan bahwa Tutankhaten dan Ankhesenpaaten adalah kedua putra tercinta sang raja. Karena kita tahu bahwa Ankhesenpaaten adalah putri Akhenaten, jelaslah bahwa Tutankhaten (kemudian dinamakan Tutankhamun) adalah putranya. Namun, tidak semua peneliti menganggap bukti ini meyakinkan, dan beberapa di antaranya berpendapat bahwa ayah Tutankhamun adalah Smenkhkare yang misterius itu. Aku sendiri lebih sependapat bahwa Akhenaten-lah ayahnya, tetapi ini hanya teori.
Setelah DNA mumi berhasil diisolasi, mudah saja membandingkan kromosom Y dari Amenhotep III, KV55, dan Tutankhamun, lalu membuktikan bahwa mereka memang sedarah. (Semua mumi lelaki sedarah memiliki pola DNA yang sama dalam kromosom Y mereka, karena bagian dari genom lelaki ini adalah warisan langsung dari ayah.) Namun, untuk menegaskan hubungan kekerabatan yang tepat, dibutuhkan semacam sidik-jari genetik yang lebih canggih. Di sepanjang kromosom dalam genom kita terdapat wilayah spesifik yang sudah dikenal, dan di situlah pola huruf DNA—huruf A, T, G, dan C yang membentuk kode genetik kita—sangat beragam antara satu orang dan orang lainnya. Keragaman ini berupa perbedaan jumlah urutan berulang dari beberapa huruf yang sama. Misalnya, ada orang yang mungkin memiliki urutan huruf yang berulang sepuluh kali, sementara orang lain yang tidak berkerabat dengannya mungkin memiliki urutan sama yang berulang 15 kali, orang lain lagi 20 kali, dan seterusnya. Kecocokan di antara sepuluh wilayah yang sangat beragam ini sudah cukup bagi FBI untuk menyimpulkan bahwa DNA yang ditemukan di TKP dan DNA si tersangka mungkin benar-benar berasal dari satu orang yang sama.
Menyatukan kembali anggota keluarga yang sudah terpisah 3.300 tahun yang lalu tidak memerlukan ketelitian seketat standar yang dibutuhkan untuk memecahkan peristiwa kejahatan. Dengan membandingkan hanya delapan daerah variabel ini, tim kami mampu menetapkan dengan probabilitas lebih dari 99,99 persen bahwa Amenhotep III adalah ayah dari sosok yang ada di KV55, yang ternyata adalah ayah Tutankhamun.
Sekarang kami tahu bahwa kami memiliki tubuh ayah Tut—tetapi, kami masih belum tahu pasti siapa dia. Dugaan utama kami adalah Akhenaten dan Smenkhkare. Makam KV55 memiliki tempat penyimpanan bahan yang diduga dibawa oleh Tutankhamun dari Amarna ke Thebes, tempat Akhenaten (dan mungkin Smenkhkare) dimakamkan. Meskipun cartouche—yakni cincin oval yang berisi nama firaun—di peti mati sudah dicungkil, peti mati itu sendiri mencantumkan julukan yang hanya berkaitan dengan Akhenaten. Namun, tidak semua bukti menunjuk ke Akhenaten. Sebagian besar analisis forensik menyimpulkan bahwa tubuh di dalam peti mati itu adalah seorang lelaki berusia tidak lebih dari 25 tahun—terlalu muda jika diduga Akhenaten, yang tampaknya telah menjadi bapak dua anak perempuan sebelum memulai pemerintahannya yang berlangsung selama 17 tahun. Karena itulah sebagian besar peneliti menduga bahwa mumi itu adalah firaun bayangan, Smenkhkare.
Sekarang, saksi baru bisa diminta bantuannya untuk menyibakkan misteri ini. Mumi yang disebut Wanita Tua (KV35EL) tampilannya menawan hati, meskipun sudah menjadi mumi, dengan rambut panjang kemerahan terurai di bahu. Sehelai rambut ini sebelumnya pernah dicocokkan secara morfologis dengan seberkas rambut yang ikut dikuburkan di dalam susunan beberapa peti mati ukuran mini di makam Tutankhamun, yang ditulisi nama Ratu Tiye, istri Amenhotep III—dan ibu Akhenaten. Dengan membandingkan DNA Wanita Tua dengan DNA mumi orang tua Tiye yang sudah diketahui, yakni Yuya dan Tuyu, kami menegaskan bahwa Wanita Tua itu memang Tiye. Sekarang dia bisa menegaskan apakah mumi KV55 memang putranya.
Kami sangat gembira karena perbandingan DNA mereka membuktikan hubungan darah itu. Hasil pemindaian-CT baru mumi KV55 juga mengungkapkan adanya perubahan akibat usia pada tulang belakang dan osteoartritis di lutut dan kaki. Rupanya mumi ini wafat menjelang usia 40, bukan 25, seperti dugaan semula. Dengan terpecahkannya teka-teki perbedaan usia ini, kami dapat menyimpulkan bahwa mumi KV55, putra Amenhotep III dan Tiye serta ayah Tutankhamun, hampir pasti adalah Akhenaten. (Karena kami hanya tahu begitu sedikit tentang Smenkhkare, sosoknya tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan.)
Hasil pemindaian mumi dengan alat pindai-CT kami yang baru juga membuyarkan pendapat bahwa keluarga firaun tersebut menderita penyakit bawaan, seperti sindrom Marfan, yang mungkin menjelaskan wajah memanjang dan penampilan feminin yang terlihat dalam karya seni dari masa Amarna. Tidak ditemukan patologi seperti itu. Penggambaran Akhenaten yang berkelamin dua dalam karya seni itu tampaknya lebih mencerminkan gaya pengidentifikasian dirinya dengan dewa Aten yang dwigender, sehingga merupakan sumber dari semua bentuk kehidupan.
Lalu, bagaimana dengan ibunda Tutankhamun? Sungguh mencengangkan karena DNA mumi yang disebut Wanita Muda (KV35YL), yang ditemukan tergeletak di samping Tiye di dalam ceruk KV35, cocok dengan DNA si raja muda. Yang lebih menakjubkan lagi, DNA Wanita Muda itu membuktikan bahwa, seperti Akhenaten, dia adalah putri Amenhotep III dan Tiye. Ternyata Akhenaten memiliki putra dengan membuahi saudara perempuannya sendiri. Anak mereka dikenal sebagai Tutankhamun.
Dengan diperolehnya temuan ini, kita sekarang tahu bahwa tidak mungkin salah satu istri Akhenaten yang sudah dikenal, Nefertiti, dan istri kedua bernama Kiya, adalah ibu Tutankhamun, karena tidak ada bukti dari catatan sejarah bahwa salah satu di antara kedua istrinya itu adalah saudaranya seayah dan seibu. Kita sudah tahu nama kelima putri Amenhotep III dan Tiye, tetapi kita mungkin tidak akan pernah tahu saudara perempuan Akhenaten yang mana yang menjadi ibu anaknya. Namun, bagiku, mengetahui nama wanita itu tidak sepenting mengetahui hubungan darahnya dengan saudara lelakinya. Perkawinan sedarah bukanlah sesuatu yang tidak lazim terjadi di kalangan keluarga kerajaan Mesir kuno. Namun, aku yakin bahwa dalam kasus ini, itu memiliki andil dalam penyebab kematian dini putra mereka.
Hasil analisis DNA yang kami lakukan, yang diterbitkan pada bulan Februari dalam Journal of American Medical Association, meyakinkanku bahwa genetika dapat menyediakan alat baru yang mantap untuk meningkatkan pemahaman kita tentang sejarah Mesir, terutama bila dikombinasikan dengan kajian radiologi terhadap mumi dan wawasan yang diperoleh dari arsip arkeologi.
Hal inilah bukti yang paling jelas dalam upaya kami untuk memahami penyebab kematian Tutankhamun. Saat kami memulai penelitian baru, Ashraf Selim dan rekan-rekan sejawatnya menemukan sesuatu yang sebelumnya luput dari perhatian dalam citra CT mumi: kaki kiri Tutankhamun tampak cacat, satu jari kaki tidak bertulang, dan tulang-tulang di bagian punggung kaki hancur akibat nekrosis—arti harfiahnya, "kematian jaringan." Baik kaki yang cacat maupun penyakit tulang pasti menghambat kemampuannya untuk berjalan. Para peneliti mengamati bahwa 130 tongkat yang wujudnya sudah rusak sebagian atau yang masih utuh ditemukan di dalam makam Tutankhamun, beberapa di antaranya menunjukkan tanda-tanda yang jelas bahwa tongkat itu pernah digunakan.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa tongkat semacam itu adalah lambang kekuasaan yang lazim dan bahwa kerusakan kaki Tutankhamun mungkin terjadi selama proses mumifikasi. Namun, analisis kami yang menunjukkan bahwa pertumbuhan tulang baru terjadi sebagai reaksi terhadap nekrosis, membuktikan bahwa kondisi itu dialami sang raja dalam masa kehidupannya. Dan dari semua firaun, hanya Tutankhamun yang diperlihatkan duduk ketika melakukan berbagai kegiatan seperti membidikkan panah dari busur atau menggunakan tongkat yang dilemparkan (seperti semacam bumerang). Ini bukan raja yang memegang tongkat hanya sebagai lambang kekuasaan. Ini seorang anak muda yang memerlukan tongkat untuk berjalan.
Penyakit tulang yang menimpa Tutankhamun membuatnya lumpuh, tetapi jika hanya itu penyakit yang dideritanya, akibatnya tidak akan fatal. Untuk meneliti lebih jauh kemungkinan penyebab kematiannya, kami menguji jejak genetik berbagai penyakit menular pada muminya. Aku skeptis bahwa para pakar genetika akan mampu menemukan bukti-bukti tersebut—dan aku gembira ketika kecurigaanku terbukti keliru. Berdasarkan keberadaan DNA dari beberapa strain parasit yang dinamakan Plasmodium falsiparum, tampak jelas bahwa Tutankhamun terinfeksi malaria—memang, beberapa kali dia tertulari jenis malaria yang paling parah.
Apakah malaria yang menewaskan sang raja? Mungkin. Penyakit ini dapat memicu respons kekebalan fatal dalam tubuh, menyebabkan kejutan peredaran darah, dan mengakibatkan perdarahan, kejang, koma, dan kematian. Namun, seperti yang dikemukakan sejumlah ilmuwan lain, malaria mungkin umum terjadi di kawasan tersebut pada masa itu, dan Tutankhamun mungkin memperoleh kekebalan parsial untuk penyakit ini. Di sisi lain, mungkin juga penyakit itu melemahkan sistem kekebalan tubuhnya, membuatnya lebih rentan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi setelah dialaminya patah tulang yang tak tersembuhkan pada kakinya yang kami evaluasi pada tahun 2005.
Namun, dalam pandanganku, kesehatan Tutankhamun sudah terancam sejak dia berada dalam kandungan. Kedua orang tuanya kakak-beradik seibu dan seayah. Mesir di masa firaun bukanlah satu-satunya masyarakat dalam sejarah yang melembagakan perkawinan sedarah antar-anggota kerajaan, yang dapat memiliki keuntungan politik. (Lihat " Risiko dan Keuntungan Perkawinan Sedarah di Kalangan Bangsawan," halaman 60). Namun, bisa muncul konsekuensi yang berbahaya. Orang yang menikah dengan saudara kandungnya cenderung lebih mungkin mewariskan salinan kembar gen berbahaya, menyebabkan anak mereka rentan terhadap berbagai cacat genetik. Kaki Tutankhamun yang tidak normal mungkin adalah salah satu cacat tersebut. Kami juga menduga dia memiliki bibir sumbing, cacat bawaan lainnya. Mungkin dia berjuang melawan orang lain sampai serangan malaria yang parah atau kaki yang patah dalam kecelakaan memperberat kondisi tubuhnya sehingga tidak mampu lagi menanggung semua derita tersebut.
Mungkin masih ada satu lagi kesaksian memilukan tentang warisan perkawinan sedarah di kalangan keluarga kerajaan ini yang dikubur bersama Tutankhamun di dalam makamnya. Meskipun datanya masih belum lengkap, penelitian kami menunjukkan bahwa salah satu janin yang dimumikan yang ditemukan di situ adalah putri Tutankhamun, dan janin lainnya mungkin anaknya juga. Sejauh ini kami hanya mampu memperoleh sebagian data tentang dua mumi perempuan dari KV21. Salah satu di antaranya, KV21A, mungkin sekali ibu kedua janin itu dan dengan demikian merupakan istri Tutankhamun, Ankhesenamun. Kita tahu dari sejarah bahwa Ankhesenamun adalah anak Akhenaten dan Nefertiti, dan dengan demikian mungkin saudara tiri suaminya. Konsekuensi lain dari perkawinan sedarah adalah bahwa anak yang secara genetik cacat tidak bisa dikandung penuh waktu sampai tiba saatnya untuk dilahirkan.
Jadi, mungkin di sinilah kisah itu berakhir, setidaknya untuk saat ini: dengan raja muda dan ratunya yang berusaha, tetapi gagal, mendapatkan ahli waris yang bertahan hidup untuk mewarisi tahta Mesir. Di antara sekian banyak artefak indah yang dikuburkan bersama Tutankhamun terdapat sebuah kotak kecil yang bidang-bidangnya terbuat dari gading, diukir dengan suatu adegan yang menampilkan pasangan bangsawan itu. Tutankhamun bertopang pada tongkatnya, sementara istrinya menyodorkan seikat bunga kepadanya. Dalam lukisan ini dan lukisan lainnya, mereka tampil begitu damai dan penuh cinta. Kegagalan hubungan cinta untuk menghasilkan keturunan itu bukan saja mengakhiri sebuah keluarga, tetapi juga sebuah dinasti. Kita tahu bahwa setelah kematian Tutankhamun, seorang ratu Mesir, kemungkinan besar Ankhesenamun, memohon kepada raja orang Het, musuh utama Mesir, untuk mengirimkan seorang pangeran untuk menikahinya, karena "suamiku sudah wafat, dan aku tidak punya anak lelaki." Raja Het mengirimkan salah seorang putranya, tapi dia tewas sebelum mencapai Mesir. Aku yakin dia dibunuh oleh Horemheb, komandan pasukan Tutankhamun, yang akhirnya mengambil alih sendiri takhta kerajaan itu. Namun, Horemheb pun wafat tanpa meninggalkan keturunan, meninggalkan takhta dikuasai oleh sesama komandan pasukan.
Nama firaun baru itu Ramses I. Dengannya dimulailah dinasti baru, dinasti yang di bawah kekuasaan cucunya Ramses Agung menyaksikan Mesir bangkit mencapai puncak kekuasaan tinggi suatu kerajaan. Lebih dari orang lain, raja hebat ini berusaha keras menghapus sejarah semua jejak Akhenaten, Tutankhamun, dan "para penganut sesat lainnya" dari zaman Amarna. Dengan penyelidikan yang kami lakukan, kami berusaha menghormati mereka dan menjaga kenangan mereka tetap hidup.
Sumber: nationalgeographic
Benarkah Manusia Pernah Hidup Bersama Dinosaurus?
Seperti yang kita ketahui,Para Dinosaurus pertamakali muncul 228 juta tahun silam , dan mereka bertahan hidup dengan waktu yang sangat lama hingga sekitar 65 juta tahun yang lalu.(Sebagai perbandingannya,manusia muncul sekitar tiga juta tahun yang lalu)Era ketertarikan pada Dinosaurus dimulai pada tahun 1820-an , ketika seorang pendeta, William Buckland dan seorang ahli fisika , Gideon Mantell secara terpisah menemukan beberapa tulang aneh dan sangat besar di pertambangan Inggris bagian selatan.
Pada tahun 1842,seorang ahli anatomi Inggris , Richard Owen, mengusulkan agar hewan raksasa yang telah punah ini sebaiknya diberi nama Dinosaurus , dari kata dalam bahasa Yunani yang berarti “Kadal yang menakutkan”. Film pertama yang memunculkan dinosaurus adalah film tahun 1912 buatan D.W. Griffith dengan judul Man’s Genesis (Dinosaurusnya masih lucu-lucu disini,sama sekali ngga’ serem , coba cari infonya di Google).
Namun film Dinosaurus pertama yang paling menarik perhatian adalah Gertie the Dinaosaur , sebuah film animasi pada tahun 1914.
Sejak itu,dibuatlah ratusan film yang menampilkan dinosaurus , termasuk film menarik pada tahun 1966 yang berjudul One Million Years B.C. Ini film pertama yang menampilkan manusia hidup berdampingan dengan Dinosaurus.
Teman-teman masih ingat dengan film kartun The Flinstone?disana dikisahkan juga manusia hidup bersama dengan hewan-hewan ini.
Menurut para ahli , teori yang menyebutkan manusia pernah hidup sezaman dengan Dinosaurus itu tidak dapat dibenarkan sama sekali , karena semua ini hanyalah sebatas fantasi.
Dalam ilmu arkeologi memiliki banyak teknik penanggalan tersendiri,seperti teknik penanggalan radio karbon serta teknik penanggalan potasium argon.Kedua teknik penanggalan ini sangat dapat diandalkan dan akurat.
Semuanya menegaskan bahwa Dinosaurus punah 65 juta tahun yang lalu,pada saat itu manusia pun belum muncul.Jadi,jika kita tidak hidup bersama dinosaurus paling tidak kita hidup bersama keturunan dekat mereka.
Tapi,kali ini saya mau menunjukkan beberapa bukti yang barangkali bisa merubah pandangan para ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu tsb ada sebuah kemungkinan memang benar bahwa terdapat manusia modern yang pernah hidup sejaman dengan Dinosaurus.
Diatas ini adalah fosil jari manusia “modern” berusia lebih dari 100 juta tahun!!. Suatu temuan yang bisa dibilang sangat mengejutkan apabila kita lihat dari usia fosil tsb.
Jika kita lihat dari periode itu, berarti si manusia modern yang mempunyai jari ini memang benar-benar hidup sejaman dengan mereka para Dinosaurus.
“Doktor Brosshil, Ketua Fakultas Geologi, Institut Berry, Kentucky, Amerika Serikat pada tahun 1938 mengumumkan bahwa ia menemukan 10 jejak binatang yang menyerupai manusia di karang pasir pada zaman karbon. Foto mikroskop dan infra merah membuktikan, bahwa semua jejak ini adalah tercipta secara alami dari pijakan kaki manusia, dan bukan diukir oleh tangan manusia. Menurut perkiraan, batu-batu yang meninggalkan jejak kaki manusia ini sejarahnya diperkirakan telah mencapai 250 juta tahun lamanya.
Pada saat yang lebih awal lagi, ada orang di kota St.Loui, tepi sungai Mississippi, Amerika Serikat, pernah menemukan sepasang jejak kaki manusia di sebuah batu karang. Menurut penilaian ahli geologi, sejarah batuan ini kira-kira sudah 270 juta tahun lamanya.
Penemuan yang lebih unik lagi adalah Sumber Antilop di Utah, Amerika Serikat. Seorang penggemar bernama Missanter pada bulan Juni tahun 1968 menemukan beberapa bongkah fosil trilobite. Dia menceritakan bahwa di saat dia menggunakan palu geologi dengan ringan mengetuk untuk membuka selempengan batu, lempeng batu-batu terbuka sama seperti sebuah buku, dia dengan terkejut menemukan jejak kaki seorang manusia pada permukaan batu yang sedang menginjak trilobite pada bagian tengahnya, sedangkan kepingan batu yang satunya lagi juga hampir memperlihatkan bentuk jejak kaki yang sempurna, namun yang semakin membuat orang merasa heran adalah ternyata beberapa orang itu mengenakan sandal!
Kemudian, pada bulan Juli 1968, ahli geologi ternama Doktor Bedick berinisiatif pergi sendiri ke Sumber Antilop untuk melakukan penyelidikan, lalu menemukan lagi sebuah jejak kaki anak kecil. Pada bulan Agustus 1968, seorang pengajar di sekolah pemerintah di kota danau garam yang bernama Howard menemukan lagi dua jejak kaki manusia yang mengenakan sepatu di sebuah batuan yang sama yang mengandung fosil trilobite.
Trilobite adalah binatang samudera yang halus-kecil dan tidak memiliki ruas tulang belakang, satu spesies dengan udang dan kepiting. Waktu keberadaannya di bumi di mulai sejak 600 juta tahun yang lampau hingga punah pada 280 juta tahun yang silam”
Semakin membingungkan?
Mari kita bandingkan :
*Fosil pertama : Fosil Jari telunjuk manusia modern diatas berusia 100 juta tahun (periode ini sudah ada Dinosaurus)
*Fosil kedua : Fosil Jejak kaki manusia yang seperti menggunakan alas kaki diatas berusia 250 tahun (periode ini sudah ada Dinosaurus)
Perbandingannya Dinosaurus punah 65 juta tahun silam,berarti memang benar ada manusia yang pernah hidup sezaman dengan Dinosaurus dong?hahaha
Ok deh,mungkin ini bisa dikatakan sebagai suatu misteri terbesar juga , jika benar manusia modern telah muncul pada masa-masa itu, berarti itu jauh dari perkiraan para ahli yang menyebutkan kemunculan manusia modern sekitar 30.000 thn silam.
Apa mungkin orang-orang ini datang dari masa depan dengan mesin waktu ya?Apa mungkin cara penghitungan karbonnya yang salah? Bagaimana menurut pendapat teman-teman tentang masalah ini?
Tambahan :
Bagi teman-teman yg belum tahu maksud dari penanggalan potasium argon dan penanggalan radio karbon,berikut penjelasannya :
Penanggalan radio karbon adl cara menghitung sisa2 dari sesuatu yang hidup berdasarkan kandungan karbon mereka.Ini cukup akurat untuk menghitung usia peninggalan hingga 50.000 tahun lalu
Penanggalan Potasium Argon adl cara menghitung usia batu tempat relik itu ditemukan melalui kandungan potasium dan argon mereka.Sisa manusia di Afrika ditandai dengan cara ini.
LUKISAN BATU YANG MENGGAMBARKAN MANUSIA SUDAH ADA PADA ZAMAN DINOSAURUS
Di dataran utara Nasca, Peru, terdapat sebuah desa bernama ICA yang memiliki sebuah museum batu. Di dalam museum tersebut terpajang lebih dari 10.000 batu misterius yang terukir aneka gambar, sejumlah besar gambar yang sulit dipercaya, yang tercatat adalah sebuah peradaban manusia purbakala yang sangat maju yang telah musnah, gambar-gambar batu ini disebut prasasti batu ICA.
Menurut laporan media setempat, batuan-batuan yang terukir gambar yang disimpan di museum tersebut mulai ditemukan dalam skala besar ketika bendungan di Sungai ICA jebol. Gambar yang terukir di atas batu tersebut antara lain galaksi angkasa, binatang purbakala, daratan prasejarah, bencana dahsyat zaman dulu dan beberapa goresan kategori lain.
Menurut prediksi batu-batu langka yang dikumpulkan ini mungkin sudah ribuan tahun sejarahnya. Ahli terkait telah mengadakan tes kimia pada batu tersebut, dan hasilnya menunjukkan, bahwa batu-batu tersebut berasal dari sungai setempat dan merupakan batu Gunung Andes, permukaannya ditutupi dengan selapisan oksida. Setelah ditentukan dengan bahan-bahan oleh ilmuwan Jerman disimpulkan bahwa bekas ukiran di atas batu tersebut sudah sangat lama sejarahnya, dan batu yang ditemukan disekitar gua, terdapat fosil organisme jutaan tahun silam.
Oleh ilmuwan, manusia-manusia purbakala pada batu ukiran tersebut dinamakan “bangsa geological”, menurut pengamatan dari gambar batu ukiran tersebut, mereka memiliki peradaban yang sangat maju. Di atas batu ukiran tersebut dilukiskan tentang operasi transplantasi organ, transfusi darah, teleskop, peralatan medis, manusia yang mengejar dinosaurus dan lain-lain pemandangan yang sulit dijelaskan secara ilmiah oleh ilmu pengetahuan modern.
Dalam gambar batu-batu ini, orang-orang bisa melihat secara jelas suasana kehidupan manusia bersama dengan dinosaurus dan ditilik dari gambar tersebut, perbandingan postur dinosaurus dengan manusia yang dilukiskan tidak berbeda jauh, dinosaurus bagaikan hewan piaraan, atau mungkin binatang yang dijinakkan orang-orang kala itu. Menurut ilmuwan, bahwa dinosaurus sudah punah sejak ratusan juta tahun silam, namun yang membingungkan adalah bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan raksasa dinosaurus?
Ada sebuah batu yang dipahat dengan seekor Triceratops. Tampang dinosaurus ini sangat mirip dengan badak, namanya diambil dari 3 buah tanduk di kepalanya, seorang manusia menunggang di atas punggung Triceratops, tangannya menggengam senjata seperti kampak. Dan pada batu lainnya, tampak seorang manusia tengah menunggang di atas punggung dinosaurus. Selain itu, di atas sebuah batu terukir sebuah gambar, seorang manusia yang panik tampak dikejar oleh Tyrannosaurus Rex.
Selain itu, menurut penuturan pemiliknya yakni Dr. Javier Cabrera, bangsa geological tahu bahwa di galaksi yang jauh terdapat kehidupan taraf tinggi, mereka memiliki teknologi angkasa yang hebat, tidak perlu memakai sumber energi yang dikenal manusia modern, tapi bisa melakukan perjalanan antar planet.
Di museum tersebut, ada beberapa gambar yang melukiskan bumi pada 13 juta tahun silam yang tampak dari angkasa. Ada 4 buah gambar pada ukiran tersebut persis seperti peta dunia, dan menurut sejumlah ahli, daratan yang dilukiskan pada peta-peta tersebut adalah daratan purbakala yang hingga sekarang masih merupakan misteri yakni daratan Atlantis, dalam dokumen kuno yang ditemukan juga ada gambaran tentang daratan purbakala yang tenggelam. Setelah ditentukan dengan bahan-bahan oleh ahli geologi terbukti, bahwa ke empat batu tersebut memang benar merupakan peta dunia pada 13 juta tahun silam, bahkan sangat tepat dan akurat.
Di tilik dari gambar batu ukiran tersebut, bangsa geological menguasai teknologi medis yang tinggi, misalnya transplantasi otak besar, serta bagaimana cara mengatasi reaksi penolakan organ dalam proses transplantasi, dan penerapan teknologi-teknologi ini baru mulai dalam ilmu kedokteran modern. Salah satu gambar yang terukir dalam batu melukiskan pemisahan dan pengambilan benda berbentuk gelembung dalam lingkaran janin ibu hamil, dan menginjeksinya ke dalam tubuh pasien yang menanti transplantasi.
Pada batu ukiran tersebut juga dilukiskan tentang teknologi pembiusan dengan akuputur dalam operasi kedokteran. juga ada batu-batu yang mengukir gambar tentang gen genetika.
Yang lebih unik lagi, sejumlah gambar pada batu ukiran tersebut sama dengan gambar raksasa di dataran Nasca, ribuan bentuk dari potongan batu koral ini karya siapa, dan apa artinya, hingga sekarang masih merupakan misteri, namun, apakah garis atau bentuk batu-batu tersebut ada hubungannya dengan ukiran batu ICA, belum dapat di buktikan.
FOSIL MANUSIA PURBA YANG BERPELUKAN
2 fosil manusia purba yang ditemukan saling berpelukan. Tepatnya di Kota Italia, Sepasang kerangka yang saling berpelukan hangat ini, menggoncang semua orang yang melihatnya.
Arkeolog memperkirakan, bahwa sepasang kerangka ini telah terkubur kurang lebih 5.000-6.000 tahun lamanya di bawah tanah! pelukan selama 5.000 tahun ini bukan saja menggoncang arkeolog, bahkan masyarakat dunia. Untuk mempertahankan gaya pelukan ini, ilmuwan belum memutuskan memisahkan potongan kerangka tersebut.
“Kami akan tetap mempertahankan sikap mereka selama ini yaitu saling berpelukan.” Demikian ujar arkeolog Irena Mannorti yang menemukan sepasang kerangka ini. Setelah kerangka itu dipindahkan, ilmuwan akan meneliti lebih lanjut terhadap sepasang kekasih yang saling berpelukan abadi ini. Selanjutnya, kerangka tersebut akan disimpan di museum nasional Italia.
MANUSIA PURBA LEBIH PINTAR DARI DUGA'AN SEBELUMNYA
Manusia purba Australopithecus afarensis, spesies yang diduga nenek moyang manusia modern ternyata juga pemakan daging serta mahir menyembelih dan memotong binatang dengan "pisau" atau alat potong dari batu.
Jurnal Nature, Kamis (12/8/2010), menyebutkan, bukti-bukti ini terlihat pada bekas potongan, guratan, atau goresan benda tajam pada dua tulang binatang purba Etiopia berusia sekitar 3,4 juta tahun dan ditemukan serpihan batu. Pernah juga ditemukan alat potong dari batu di Gona, Etiopia, yang berusia 2,5 juta tahun.
Hasil ini mengundang kontroversi di kalangan peneliti dan arkeolog karena selama ini tidak ada alat potong dari batu yang ditemukan bersama fosil manusia purba tersebut. Dugaan selama ini adalah bahwa mereka sekadar menggunakan batu-batuan yang ada di sekitar mereka.
MISTERI ZANA SI MANUSIA PURBA
Perempuan aneh ini diberi nama Zana. Karena liarnya, untuk menjinakkannya pada awalnya dia terpaksa harus dikurung selama bertahun-tahun dengan makanan yang dilemparkan kepadanya. Setelah ia jinak, barulah Zana dibebaskan dan diajari mengerjakan hal-hal ringan. Seperti menggiling jagung, dll.
Uniknya, Zana memiliki daya tahan tubuh yang tinggi lebih dari manusia biasa. Dia tahan pada cuaca dingin luar biasa, namun dia tidak tahan pada udara hangat dalam ruangan. Dia sangat suka makan buah anggur dan tanaman menjalar.
Dia adalah peminum berat dan bisa tidur berjam-jam. Yang anehnya, dia bisa memiliki banyak anak dengan ayah yang berbeda-beda. Tapi kebanyakan anak-anaknya tewas karena Zana memandikan mereka di sungai dingin yang hampir beku.
Penduduk desa khawatir dengan ulah aneh Zana, dan mereka pun mengambil anak-anaknya menjauhi ibunya. Anak-anak Zana tidak seperti ibunya, mereka berkembang seperti manusia biasa dan mereka juga telah diangkat anak oleh beberapa penduduk desa. Zana meninggal di desa itu tahun 1890.Sedang anak bungsunya meninggal 1954.
Kisah ini merupakan hasil penelitian Professor Porchnev yang mewawancarai orang-orangtua di desa itu. Zana juga memiliki banyak cucu. Mereka berkulit gelap. Salah satunya adalah Shalikula, ia memiliki mulut yang kuat sehingga ia dapat mengangkat sebuah kursi dengan seorang lelaki duduk di atasnya.
Penelitian tentang Zana menghasilkan dugaan kalau wanita aneh itu merupakan bentuk evolusi manusia yang belum sepenuhnya berubah menjadi manusia modern.
POHON PURBA
Ginkgo Biloba merupakan spesies tunggal dari suatu divisio tumbuhan berbiji terbuka yang dulu tersebar luas. Sekarang tumbuhan ini tumbuh terbatas di Asia Timur dan lokasi beriklim sedang lainnya. Nama ginkgo berasal dari bijinya yang berasal dari tanaman ginkgo betina. Biji ginkgo berwarna kuning hijau dan matang dalam bentuk buah berdaging yang berbau busuk dan berwarna jingga cokelat.
Daun ginkgo terbagi atas dua lobus, namanya sering disebut dengan tambahan kata biloba. Jenis tanaman ini sudah ada sejak jaman dinosaurus hingga sekarang. Jenis tanaman ini biasa disebut dengan pohon maidenhair atau dikenal dengan nama spesies Ginkgo atau Ginkgo Biloba.
Jenis tanaman itu telah ada pada periode Jurrasic dan periode Triassic (135-210 juta tahun yang lalu). Oleh masyarakat China kuno tanaman ini digunakan sebagai minuman tonikum penyegar tubuh, setelah sarinya disaring.
Tak hanya memanfaatkan ekstrak daun dan buahnya, penduduk Cina kuno juga memakan bijinya setelah disangrai. Rasanya gurih manis seperti biji mete goreng.
DITEMUKAN, KEHIDUPAN PURBA DI DASAR LAUT
Beberapa ilmuwan Australia menemukan kehidupan laut prasejarah yang aneh pada ratusan kilometer di bawah Great Barrier Reef.Hal itu ditemukan ketika digelar misi yang tak pernah dilakukan sebelumnya, yaitu mendokumentasikan spesies yang terancam akibat pemanasan samudra.
Kehidupan purba itu berupa ikan hiu purba, ikan raksasa yang mengandung minyak ikan, kumpulan hewan berkulit keras, dan spesies cumi-cumi primitif dalam tempurung (nautilus) yang ditangkap kamera dari jauh di Osprey Reef.
Pemimpin peneliti Justin Marshall, Kamis (15/7/2010), mengatakan, timnya juga telah menemukan beberapa spesies ikan yang tak dikenal, termasuk "ikan hiu prasejarah enam insang".
Temuan itu berkat penelitian menggunakan kamera khusus yang sensitif terhadap cahaya suram dan dirancang untuk menjaring dasar samudra.
"Sebagian hewan yang telah kami saksikan adalah jenis yang kami perkirakan, sebagian lagi tak kami duga, dan sebagian hewan itu belum kami identifikasi," kata Marshall dari University of Queensland.
"Ada ikan hiu yang benar-benar tidak kami duga, yang mirip false cat shark, yang sungguh-sungguh memiliki sirip belakang yang aneh," kata Marshall sebagaimana dikutip kantor berita Perancis, AFP.
Tim tersebut menggunakan kepala tuna di ujung tongkat untuk menarik perhatian semua hewan itu, yang hidup jauh di bawah jangkauan cahaya.
Marshall mengatakan penelitian tersebut telah jadi makin mendesak akibat tumpahan minyak baru-baru ini yang memengaruhi Great Barrier Reff" yang terdaftar sebagai warisan dunia, dan meningkatnya ancaman terhadap keragaman hayatinya akibat pemanasan dan oksidasi samudra di dunia.
"Salah satu yang ingin kami lakukan dengan meneliti kehidupan di laut dalam ialah menemukan apa yang ada di sana, sebelum kita menghapuskannya," kata Marshall.
"Kami memang tidak mengetahui kehidupan apa yang ada di bawah sana, dan kamera kami sekarang dapat merekam perilaku dan kehidupan di biosfer terbesar Australia, laut dalam tersebut," katanya.
Para ilmuwan sudah memperingatkan bahwa daya tarik areal seluas 345.000 kilometer persegi itu menghadapi ancaman serius karena pemanasan global dan habisnya bahan kimiawi mengancam akan membunuh spesies laut dan mengakibatkan penyebaran penyakit.
Kapal batu bara China Shen Neng 1 mengoyak luka sepanjang tiga meter di terumbu karang tersebut ketika kapal itu kandas sewaktu berusaha mengambil jalan pintas pada 3 April. Akibat peristiwa tersebut, berton-ton minyak tersebar di lahan pembiakan dan suaka alam terkenal itu.
Sebanyak 200.000 liter bahan bakar berat tersembur ke perairan di sebelah selatan terumbu karang tersebut pada Maret, ketika beberapa kapal peti kemas yang dipenuhi pupuk jatuh dari Pacific Adventurer, yang berbendera Hongkong, selama amukan badai. Lambung kapal itu bolong.
Ini peristiwa minyak tumpah terburuk yang pernah dialami Australia. Marshall mengatakan, kamera penelitian sekarang akan dikirim ke Teluk Meksiko, yang menghadapi kebocoran minyak, untuk memantau dampak kebocoran minyak terhadap kehidupan laut di sana.
sumber : http://sains.kompas.com/
serta dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar